Selasa, Januari 26, 2010

Seminar Kasus Retensio Plasenta

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia saat ini menjadi permasalahan yang sangat serius dan masih tertinggi di Asia. AKI Indonesia tahun 2007 adalah 307/100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2007). Dengan perhitungan ini, diperkirakan setiap jam dua orang perempuan mengalami kematian karena hamil atau melahirkan akibat komplikasi pada masa hamil atau persalinan. AKI pada proses persalinan dan kehamilan cukup tinggi. Bahkan target dari Millennium Development Goals (MDGs) adalah menurunkan AKI di Indonesia sebanyak 75 persen pada 2015. Dengan demikian, ditargetkan penurunan hingga 102/100.000 kelahiran hidup pada 2015.

Enam penyebab tingginya angka kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan, eklampsia, aborsi tidak aman (unsafe abortion), partus lama, dan infeksi. Faktor lain yang meningkatkan AKI adalah buruknya gizi perempuan, yang dikenal dengan kekurangan energi kronis (KEK), dan anemia.

Persalinan dan kelahiran merupakan suatu kejadian fisiologis yang normal dalam kehidupan manusia. Lebih dari 80% proses persalinan berjalan normal, dan hanya 15-20% terjadi komplikasi persalinan. Namun jika tidak ditangani dengan baik, angka kejadian komplikasi tersebut dapat meningkat.

Retensio plasenta masih sebagai salah satu penyebab terbesar terjadinya perdarahan post partum dan kematian maternal, maka dari itu perlu penanganan yang tepat.

B. Tujuan

  1. Tujuan Umum

Mahasiswa memperoleh gambaran dan pengalaman penerapan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan menggunakan metodologi Manajemen Kebidanan SOAP.

  1. Tujuan Khusus

a. Mampu melaksanakan pengkajian data subyektif yang diperoleh dari anamnesa dan data obyektif dari hasil pemeriksaan pada ibu bersalin.

b. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa, mengenali masalah, kebutuhan, diagnosa potensial, masalah potensial, dan menentukan kebutuhan terhadap tindakan segera berdasarkan kondisi klien (mandiri, kolaborasi, rujukan), pada ibu bersalin normal.

c. Mahasiswa mampu menentukan planning (termasuk perencanaan, implementasi, dan evaluasi) pada ibu bersalin normal.

d. Mampu mendokumentasikan asuhan kebidanan pada ibu bersalin.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kala III Persalinan

1. Pengertian

Kala III Persalinan disebut juga sebagai kala uri/kala pengeluaran plasenta, dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban (APN, 2008).

2. Tanda-tanda lepasnya plasenta

Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal dibawah ini (APN, 2008):

a. Perubahan bentuk tinggi fundus

Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya dibawah pusat.

b. Tali pusat memanjang

Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda Ahfeld).

c. Semburan darah mendadak dan singkat

Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi

B. Retensio Plasenta

Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Saifuddin, 2007).

1. Etiologi

a. Etiologi dasar meliputi

1.) Faktor maternal: gravida berusia lanjut, multiparitas.

2.) Faktor uterus: bekas sectio caesaria (sering plasenta tertanam pada jaringan cicatrix uterus), bekas pembedahan uterus, anomali uterus, tidak efektif kontraksi uterus, pembentukan contraction ring, bekas kuretase uterus (yang terutama dilakukan setelah abortus), bekas pengeluaran plasenta secara manual, bekas endometritis.

3.) Faktor plasenta: plasenta previa, implantasi cornual, plasenta akreta, kelainan bentuk plasenta.

b. Etiologi berdasar abnormalitas pada tingkatan kala III, meliputi :

1.) Plasenta belum lepas dari dinding uterus

Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas sebagian, terjadi perdarahan merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta dari dinding uterus karena kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva), plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus desidua sampai miometrium – sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta – perkreta).

2.) Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan

Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).

2. Jenis Retensio Plasenta

a. Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.

b. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.

c. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/memasuki miometrium.

d. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus .

e. Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh konstruksi ostium uteri.

3. Penanganan

a. Retensio Plasenta dengan Separasi Parsial

1.) Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil.

2.) Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan bila ekpulsi plasenta tidak terjadi, cobakan traksi terkontrol tali pusat.

3.) Pasang infus oksitosin 20 unit dalam 50 cc Ns/RL dengan 40 tetesan/menit. Bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400 mg rektal.

4.) Bila troksi terkontrol gagal, lahirkan plasenta secara hati-hati dan halus.

5.) Lakukan tranfusi darah bila diperlukan.

6.) Berikan antibiotika profilaksis (ampisilin 29 Iv/oral dan metronidazol 20 l g supositorial/oral).

7.) Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok neurogenik.

b. Plasenta Inkarserata

1.) Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan.

2.) Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan kontruksi servik dan melahirkan plasenta .

3.) Pilih fluathane atau eter untuk kontruksi servik yang kuat tetapi siapkan infus oksitosis 20 IV dalam 500 mg NS/RL dengan 40 tetes/menit untuk mengantisipasi ganguan kontraksi yang disebabkan bahan anestesi tersebut.

4.) Bila prosedur anestesi tidak tersedia tetapi serviks dapat dilalui oleh cunam ovum. Lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur tersebut berikan analgesik (tramadol 100 mg IV atau pethidme 50 mg IV dan sedatif (diazepam 5mg IV) pada tabung suntik terpisah.

c. Plasenta akreta

Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus/korpus apabila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam, sulit ditentukan tepi plasenta karena implantasi yang dalam upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan dasar adalah menentukan diagnosis, stabilitas pasien dan rujuk ke RS.

C. Plasenta Manual

1. Pengertian

Plasenta manual adalah tindakan untuk melepas plasenta secara manual (menggunakan tangan) dari tempat implantasi dan kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri (APN, 2008). Plasenta manual dilakukan apabila terjadi perdarahan (Saifuddin, 2007).

2. Penatalaksanaan Plasenta Manual (APN, 2008)

a. Persiapan

1.) Memasang set dan cairan infus.

2.) Menjelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan.

3.) Melakukan anestesi verbal/analgesia per rektal.

4.) Menyiapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi.

b. Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri

1.) Memastikan kandungan kemih dalam keadaan kosong.

2.) Menjepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai.

3.) Secara obstetrik, memasukkan tangan lainnya (punggung tangan menghadap kebawah) ke dalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat.

4.) Setelah mencapai bukaan servik, minta seseorang asisten/penolong lain untuk menegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri.

5.) Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam hingga ke kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.

6.) Bentangkan tangan obstetrik menjadi datar seperti memberi salam (ibu jari merapat ke jari telunjuk dan jari-jari lain saling merapat).

c. Melepas plasenta dari dinding uterus

1.) Menentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah.

a.) Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap di sebelah atas dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke bawah (posterior ibu).

b.) Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas tali pusat dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas (anterior ibu).

2.) Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus, maka perluas pelepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan kiri sambil digeserkan ke atas (kranial) hingga semua perlekatan plasenta terlepas dari dinding uterus.

d. Mengeluarkan plasenta

1.) Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk menilai tidak ada sisa plasenta yang tertinggal.

2.) Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simpisis (tahan segmen bawah uterus) kemudian instruksikan asisten/penolong untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa plasenta keluar (hindari terjadinya percikan darah).

3.) Lakukan penakanan (dengan tangan yang menahan suprasimpisis) uterus ke arah dorso kranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah disediakan.

e. Pencegahan infeksi pasca tindakan

1.) Dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lain yang digunakan.

2.) Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit.

3.) Cuci tangan.

4.) Keringkan tangan dengan handuk bersih.

f. Pemantauan pasca tindakan

1.) Periksa kembali tanda vital ibu.

2.) Catat kondisi ibu dan buat laporan tindakan.

3.) Tuliskan rencana pengobatan, tindakan yang masih diperlukan dan asuhan lanjutan.

4.) Beritahu pada ibu dan keluarga bahwa tindakan telah selesai.

5.) Lanjutkan pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindakan sebelum dipindah ke ruang rawat gabung .

D. Wewenang Bidan

Dalam SPK disebutkan bidan memiliki kewenangan untuk mengenali dan melakukan tindakan yang tepat ketika terjadi retensio total atau parsial. Hal ini tertulis dalam buku Standar Pelayanan Kebidanan standar ke-20 “Penanganan Kegawatdaruratan Retensio Plasenta”

Pernyataan standar: bidan mampu mengenali retensio plasenta dan memberikan pertolongan pertama, termasuk plasenta manual dan penanganan perdarahan sesuai dengan kebutuhan.

Hasil: penurunan kejadian perdarahan hebat akibat retensio plasenta, ibu dengan retensi plasenta mendapatkan pelayanan yang tepat dan cepat, penyelamatan ibu dengan retensio plasenta meningkat.

  1. Prasyarat:

a. Bidan telah terlatih dan terampil dalam: fisiologi dan manajemen aktif kala III; pengendalian dan penanganan perdarahan termasuk pemberian oksitosika, cairan iv dan plaseta manual.

b. Tersedianya peralatan dan perlengkapan penting: sabun, air bersih yang mengalir, handuk bersih untuk mengeringkan tangan, alat suntik steril sekali pakai, set infus dengan jarum berukuran 16 dan 18, sarung tangan steril.

c. Tersedianya obat-obatan antibiotik dan oksitosika (oksitosin dan metergin), dan tempat penyimpanan yang memadai.

d. Adanya partograf dan catatan persalinan atau kartu ibu.

e. Ibu, suami dan keluarga diberitahu tindakan yang akan dilakukan (inform consent/persetujuan tindakan medik).

f. Sistem rujukan yang efektif, termasuk bank darah berjalan dengan baik untuk ibu yang mengalami perdarahan pasca persalinan sekunder.

  1. Proses:

a. Melaksanakan penatalaksanaan aktif kala III pada semua ibu yang melahirkan secara vagina (standar 11).

b. Mengamati adanya tanda dan gejala retensio plasenta (perdarahan yang terjadi sebelum plasenta lahir lengkap, sedangkan uterus tidak berkontraksi, biasanya disebabkan retensio plasenta. Perdarahan sesudah plasenta lahir, sedangkan uterus terasa lembek juga mungkin disebabkan oleh adanya bagian plasenta atau selaput ketuban yang tertinggal di dalam uterus. Jadi plasenta dan selaput ketuban harus diperiksa kembali kelengkapannya).

c. Bila plasenta tidak lahir 15 menit sesudah bayi lahir, ulangi penatalaksanaan aktif kala III dengan memberikan oksitosin 10 IU IM dan teruskan penegangan tali pusat terkendali dengan hati-hati. Teruskan melakukan penatalaksanaan aktif kala III 15 menit atau lebih, dan jika plasenta masih belum lahir, lakukan penegangan tali pusat terkendali untuk terakhir kalinya. Jika plasenta masih tetap belum lahir dan ibu tidak mengalami perdarahan hebat, rujuk segera ke rumah sakit atau puskesmas terdekat.

d. Bila terjadi perdarahan, maka plasenta harus segera dilahirkan secara manual. Bila tidak berhasil, lakukan rujukan segera.

e. Berikan cairan iv: NaCl 0,9 % atau RL dengan tetesan cepat jarum berlubang besar (16/18 G) untuk mengganti cairan yang hilang sampai nadi dan tekanan darah membaik atau kembali normal.

f. Siapkan peralatan untuk melakukan teknik manual yang harus dilakukan secara aseptik.

g. Baringkan ibu terlentang dengan lutut ditekuk dan kedua kaki di tempat tidur.

h. Jelaskan kepada ibu apa yang akan dilakukan dan jika ada berikan diazepam 10 mg IM.

i. Cuci tangan sampai sebagian siku dengan sabun, air bersih yang mengalir, dan handuk bersih, gunakan sarung tangan panjang steril/DTT (hal ini untuk melindungi ibu dan bidan terhadap infeksi).

j. Masukkan tangan kanan dengan hati-hati. Jaga agar jari-jari tetap merapat dan melengkung, mengikuti tali pusat sampai mencapai plasenta (pegang tali pusat dengan tangan kiri untuk membantu)

k. Ketika tangan kanan sudah mencapai plasenta, letakkan tangan kiri di fundus agar uterus tidak naik. Dengan tangan kanan yang berada di dalam uterus carilah tepi plasenta yang terlepas, telapak tangan kanan menghadap ke atas lalu lakukan gerakan mengikis ke samping untuk melepaskan plasenta dari dinding uterus.

l. Bila plasenta sudah terlepas dengan lengkap, keluarkan plasenta dengan hati-hati dan perlahan (jangan hanya memegang sebagian plasenta dan menariknya keluar)

m. Bila plasenta sudah lahir, segera lakukan masase uterus. Bila tidak ada kontraksi, (lihat standar 21).

n. Periksa plasenta dan selaputnya. Jika tidak lengkap, periksa lagi kavum uteri dan keluarkan potongan plasenta yang tertinggal, dengan cara seperti di atas.

o. Periksa robekan terhadap vagina. Jahit robekan bila perlu (penelitian menunjukkan bahwa hanya robekan yang menimbulkan perdarahan yang perlu dijahit).

p. Bersihkan ibu agar merasa nyaman.

q. Jika tidak yakin plasenta sudah keluar semua atau jika perdarahan tidak terkendali, maka rujuk ibu ke rumah sakit dengan segera (lihat standar 21).

r. Buat pencatatan yang akurat.

BAB III

TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Tinjauan Kasus

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN

ATAS NAMA Ny. “R” DENGAN RETENSIO PLASENTA

DI BPS SRI ROMDHATI, SEMIN, GUNUNG KIDUL

NO REGISTER : 937

MASUK BPS TANGGAL, JAM : 17 November 2009, 13.50 WIB

DIRAWAT DIRUANG : Ruang bersalin

PENGKAJIAN TANGGAL : 17 November 2009, 15.30 WIB

Biodata Ibu Suami

Nama : Ny. Rini Tn. Suratman

Umur : 22 tahun 24 tahun

Agama : Islam Islam

Suku/bangsa : Jawa/Indonesia Jawa/Indonesia

Pendidikan : SMA SMA

Pekerjaan : Tidak bekerja Wiraswasta

Alamat : Taunan, Semin Taunan, Semin

1. Riwayat Persalinan

Lama Kala I : jam 14.00 pembukaan 8 cm, jam 15.00 pembukaan 10 cm.

Lama Kala II : 30 menit (jam 15.00-15.30 WIB)

Janin lahir spontan jam 15.30 jenis kelamin perempuan.

Apgar skor (1 menit: 7, 5 menit: 9, 10 menit: 10).

No.

Kriteria

1 menit

5 menit

10 menit

1.

Warna kulit

1

2

2

2.

Denyut jantung

2

2

2

3.

Usaha nafas

2

2

2

4.

Tonus Otot

1

2

2

5.

Reflek

1

1

2

Jumlah

7

9

10

KALA III (17 November 2009, 15.30 WIB)

Tanggal/Jam

S

O

A

P

17-11-2009, 15.30 WIB

Ibu mengatakan perutnya mulas.

- KU ibu baik, kesadaran compos mentis

- Tanda vital (tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 83 x/menit, frekuensi pernafasan 20 x/menit, suhu 37 0C)

- Kontraksi uterus baik

- TFU setinggi pusat

- Tali pusat terlihat di vulva

Primipara usia 22 tahun dalam kala III

1. Memastikan janin tunggal.

2. Menyuntikkan oksitosin 10 IU secara IM pada 1/3 paha kanan atas bagian luar 1 menit setelah bayi lahir.

3. Klem tali pusat berada 5 – 10 cm dari vulva, tangan kiri dorso kranial, tangan kanan melakukan penegangan tali pusat terkendali.

Catatan Perkembangan Kala III (17 November 2009, 15.45 WIB)

Tanggal/Jam

S

O

A

P

17-11-2009, 15.45 WIB

Ibu mengatakan perutnya masih mulas

KU ibu baik, kesadaran compos mentis, kontraksi uterus baik, TFU setinggi pusat, tali pusat terlihat di vulva, belum ada tanda-tanda pelepasan plasenta setelah 15 menit, kandung kemih penuh.

Primipara usia 22 tahun dalam kala III

1. Menyuntikkan 10 IU oksitosin dosis kedua secara IM.

2. Memasang infus RL menggunakan jarum ukuran 18 dengan tetesan cepat.

3. Mengosongkan kandung kemih dengan kateter.

4. Mengulangi kembali penegangan tali pusat dan tekanan dorso kranial saat uterus berkontraksi.

5. Memberitahu keluarga bahwa rujukan mungkin diperlukan jika plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit.

6. Menyiapkan surat rujukan, transportasi, pendamping.

Catatan Perkembangan Kala III (17 November 2009, 16.00 WIB)

Tanggal/Jam

S

O

A

P

17-11-2009, 16.00 WIB

Ibu mengatakan perutnya masih mulas dan cemas karena ari-ari belum lahir

- KU ibu baik, kesadaran compos mentis

- Kontraksi uterus baik

- TFU setinggi pusat

- Tali pusat terlihat di vulva

- Belum ada tanda-tanda pelepasan plasenta setelah 30 menit

Primipara usia 22 tahun dalam kala III dengan retensio plasenta

1. Mencoba melahirkan plasenta dengan melakukan penegangan tali pusat untuk terakhir kalinya.

2. Merujuk pasien ke RS Mitra.

B. Pembahasan

Pelaksanaan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan retensio plasenta yaitu dilakukan manajemen aktif kala III, pemantauan tanda-tanda pelepasan plasenta, dan melakukan rujukan setelah 30 menit apabila plasenta belum lahir. Hal ini sesuai dengan prosedur pada Standar Pelayanan Kebidanan.

Selain itu bidan memberikan dukungan berupa semangat dan motivasi supaya ibu dan keluarga tetap tenang.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil asuhan yang telah dilakukan dapat disimpulkan:

1. Pengkajian data diperlukan untuk mengetahui kondisi pasien secara subjektif maupun objektif sehingga mendapatkan diagnosa yang tepat. Dari hasil pengkajian pada Ny. Rini didapatkan bahwa pada kala III plasenta belum ada tanda-tanda pelepasan.

2. Berdasarkan data subjektif dan data objektif dapat ditentukan diagnosa, masalah, kebutuhan, diagnosa potensial, masalah potensial, dan kebutuhan terhadap tindakan segera yang seharusnya dilakukan baik mandiri, kolaborasi, atau rujukan. Pada kasus persalinan Ny. Rini, diagnosanya retensio plasenta, dan kebutuhan tindakan segeranya adalah dilakukan rujukan ke RS Mitra untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

3. Planning (termasuk perencanaan, implementasi, dan evaluasi) diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien.

4. Pendokumentasian dilakukan sesuai asuhan yang diberikan.

B. Saran

Memahami dan mempelajari serta menerapkan asuhan kebidanan dengan baik sangat penting agar bisa diterapkan secara praktik di lapangan. Bagi tenaga kesehatan yang terkait dengan penanganan ibu bersalin diharapkan mempelajari dan memahami sebaik-baiknya asuhan kebidanan yang harusnya diberikan kepada ibu bersalin, termasuk mendeteksi secara dini adanya masalah pada ibu bersalin seperti retensio plasenta serta kebutuhan akan dukungan mental dan psikologis.

DAFTAR PUSTAKA

Saifuddin, Abdul Bari, dkk. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Edisi I, Cetakan ke IV. 2006. Jakarta: yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Tim Revisi. Asuhan Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusui Dini, Edisi III. 2008. Jakarta: JNPK-KR/POGI.

Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu Kebidanan, Edisi III, Cetakan VIII. 2006. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

IBI. Standar Pelayanan Kebidanan. 2003. Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia.